11/27/14

Lembah Baliem - kehidupan zaman batu saat ini



Selama tigapuluh menit di udara , akhirnya aku tiba di sebuah lembah yang di kelilingin pengunungan Jaya wijaya dan pengunungan Trikora , sebuah kabupaten di papua yang berada di ketinggian . Hawanya dingin , mirip dengan puncak bogor . Sesaat setelah memasuki area bandara wamena  terlihat banyak sopir rental mobil menawarkan jasanya , diantara kerumunan terselip lelaki tua ber koteka . Inilah sebuah daerah di papua yang hanya bisa datang melalui udara . Daerah yang satu liter bensin seharga duapuluh ribu rupiah , se gelas esteh manis , sepuluh ribu rupiah , se kaleng cocacola , limapuluh ribu rupiah , satu cup popmie  duapuluh ribu rupiah dan sipring nasi campur di warung makan senilai limapuh ribu rupiah , bahkan satu sak semen untuk membangun rumah dihargai satu juta rupiah . Mahal. , mahal , mahal , iya karena semua barang tersebut diangkut melalui udara , masyarakat tidak ada yang komplain , mereka malah bersyukur yang penting ada barangnya , karena terkadang barang - barang kebutuhan tersebut langka ditemukan di pasar . 

Sudah banyak pendatang dari berbagai suku di negri ini , ada yang buka toko , sopir rental mobil dan Pegawai negri sipil. , oiya aku melihat hampir semua banguanan. Perkantoran , ruko diatapnya meyerupai bentuk rumah tradisional honai . Rumah honai sendiri adalah rumah tradisional yang sudah ada sejak ribuan tahun lalu berbentu cangkang telor , setengah bulat lonjong , terbuat dari kayu beratap rerumputan . Rumah honai masih banyak di temukan di pinggir jalan berjarak 10 menit dari pusat kota wamena . Aku mencoba mendatangi sebuah perkampungan tradisional komplek cluster honai suku Dani , sekitar 20 menit menuju lokasi di suguhi pemandangan alam yang datar dibawah pegunungan , dan saking asrinya serta indahnya , plus sejuknya , aku minta turun di jalan raya sekedar mengabadikan perjalanan - petualangan ini , kami buru - buru karena lokasi jalan agak sepi , takut tiba tiba ada panah nyasar atau orang iseng  minta duit . Oiya kalau anda berkunjung ke lokasi - lokasi indah terpencil , jangan kaget dimintai duit oleh penduduk setempat ,karena telah berfoto di lokasi tersebut , sebaiknya langsung kasih aja tanpa berdebat . Dan lebih baik seperti yang kami lakukan ketika ingin sekedar berfose di pasir putih yang terhampar di antara batu dan rerumputan , dimana saat menuju lokasi yang menjadi tempat pembuatan iklan kuku bima , kami didatangi dua pemuda di balik batu dengan sebilah parang panjang. " selamat siang kaka! Aku menyapa mereka dari dalam mobil dengan sedikit was was karena parangnya di ayun ayun .  " kami mau foto di pasir putuh itu , boleh kah kaka" sambungku ...oiya boleh tapi 100 ribu ya 1 mobil" dia menimpalinya..tanpa komentar lagi kami keluarkan 1 lembar yg diminta . Dan kami pun ber fose sepuasnya , biasanya pasir putih ada di pantai , ini tidak ada laut tidak ada sungai tapi ada pasir putih halus . Akhirnya kami tiba di perkampungan suku dani tersebut , disambut dengan penduduk yang masih original seperti di jaman sebelum masehi , pakai koteka serta perempuannya bertelanjang dada , hanya memakai rok terbuat dari kulit kayu .ada cara unik untuk membedakan perempuannya , apakah masih lajang atau menikah , bukan dilihat dari ukuran dada nya yang memang terhampar didepan mata , tapi dari cara memakai rok nya . Kalau itu masih menggunakan rok kulit kayu berarti masih lajang , tapi kalau sudah menggunakan kain berarti dia sudah menikah . Banyak turis asing yang sedang asyik berfoto dengan penduduk , satu orang penduduk suku dani tersebut memasang tarif sepuluhribu sekali foto , jadi kalau kita berfoto dengan lima orang sekaligus maka kita  harus membayar limapuluh ribu . Di kampung tersebut juga tersedia mummy yang telah diawetkan dengan cara tradisional , mummy tersebut adalah kepala suku dan sudah ber usia tigaratus tahun .

Setelah kami puas menapaki jejak manusia ribuan tahun lalu yang masih sama sampai hari ini , baik cara hidupnya , cara masaknya dengan " bakar batu" . Kami berkeliling mengitari lembah baliem , diamana sejauh mata memandang yang ada hamparan rumput hijau- kuning mengering , serta pengunungan yang memanjang . Udaranya yang terbilang dingin membuat ingin berlama - lama tinggal di sini . Namun kehidupan yang mahal serta masih banyaknya orang mabuk di malam hari , maka kami hanya tinggal satu malam saja dan kembali ke Jayapura .